Negara Indonesia memang tidak akan bermain di kompetisi Piala Dunia 2018 yang akan digelar di Rusia nanti.
Namun setidaknya, kita patut berbangga karena Negara Indonesia akan selalu ambil bagian dalam kompetisi tersebut, baik dari latihan para tim peserta, pertandingan pembuka, hingga laga final.
Ya, hal itu terjadi melalui bola Telstar 18 yang nantinya akan digunakan di kompetisi empat tahunan tersebut, ternyata di buat di Majalengka, Indonesia.
Menariknya lagi, pabrikan bola yang bertempat di Jawa Barat ini ternyata bukan pertama kalinya
Sejarah Pabrik Bola di Majalengka
Pabrik bola Majalengka yang berada dalam naungan PT. Sinjaraga Santika Sport (Triple S) ini didirikan oleh Irwan Suryanto yang juga menjabat sebagai direktur dalam pabrikan bola tersebut.
Sebelum menjadi pengusaha bola yang sukses, Irwan pernah bekerja dari titik nol yaitu sebagai kuli, kernet, dan juga sopir angkutan umum.
Singkat cerita, Irwan yang juga gemar olahraga tenis ini pernah menjadi salah satu pengurus pusat Persatuan Olahraga Tenis Indonesia.
Dari sinilah awal kesuksesan Irwan dimulai. Di tempat bekerjanya ini, ia bertemu dan berkenalan dengan investor asal Korea bernama Kim yang membuatnya beralih pekerjaan menjadi pebisnis dalam bidang peralatan olahraga.
Pada tahun 1994, berdasarkan saran dari Kim, Irwan meminjam dana sebesar 300 juta rupiah untuk membangun pabrik bola di tempat asalnya tersebut. Akhirnya di tahun tersebut berdirilah PT. Sinjaraga Santika Sport.
“Saat itu Kim bilang jangan tanggung-tanggung, harus standar internasional,” jelas Irwan dilansir dari Okezone.
Awalnya, Irwan memutuskan untuk melepas 20 pemuda dari Majalengka untuk melakukan pelatihan produksi di Korea. Tujuannya jelas supaya kualitas barang produksi yang dijual maksimal dan dapat diterima di dunia.
Seiring berjalannya waktu, Irwan akhirnya mempunyai 500 karyawan dan mulai mengekspor bola hasil buatannya sendiri.
Pengiriman Ke Luar Negri
Tak membutuhkan waktu lama, bola hasil pabrikannya ini langsung dipercaya dari luar negeri.
Awalnya, pihaknya menerima dan harus mengerjakan sebanyak 2.000 bola sebulan dari Korea. Setelah itu bertambah menjadi 5.000 per bulan.
Di tahun 1995, pesanan terus meningkat menjadi 10.000 per bulan dan di tahu berikutnya menjadi 15.000 per bulan.
Tidak hanya dari Korea saja, tetapi juga negara-negara lain, seperti Uni Emirat Arab, Brasil, Jepang, dan beberapa negara di Amerika Latin.
Menjadi Langganan di Piala Bergengsi
Sukses Irwan Suryanto bersama PT. Sinjaraga Santika Sport di tahun 1998 akhirnya terus berlanjut. Tidak hanya Piala Dunia 1998 saja, tetapi pada Piala Dunia di edisi selanjutnya masih menggunakan pabrikan yang sama.
Ya, pada Piala Dunia 2002 di Jepang-Korea Selatan, Piala Dunia 2006 di Jerman, Piala Dunia 2010 di Afrika Selatan, dan terakhir Piala Dunia 2014 di Brasil semuanya dibuat di Majalengka melalui PT. Sinjaraga Santika Sport.
Biasanya, PT. Sinjaraga Santika Sport dapat mengeluarkan 100 ribu bola dan satu bolanya bisa dikenakan seharaga 5 hingga 15 USD atau sekitar Rp68 ribu hingga Rp206 ribu.
Nyaris Bangkrut
Banyak pesanan yang datang tentu kedengarannya memang terlihat langsung sukses bukan? Kenyataannya tidaklah demikian, bahkan perusahaan Irwan tersebut nyaris saja bangkrut.
Hal itu terjadi karena satu bola dihargai Rp100 sementara biaya untuk produksi tentunya terus meningkat. Situasi ini pun membuat Irwan mengalami kerugian selama 2 tahun dan nyaris bangkrut.
Situasi ini membuat Irwan akhirnya menyerahkan semuanya kepada Yang Mahakuasa dan ia pun mencari ilham dari-Nya dengan pergi ibadah haji.
Setelah pulang dari ibadah haji, Irwan memberanikan diri untuk memutus kerjasama dengan sejumlah pihak, termasuk Kim yang paling banyak mendapatkan keuntungan dari hasil usahaya tersebut.
Situasi ini nyatanya membuat rintangan yang harus dihadapi oleh Irwan semakin berat. Pada awal 1998 saat itu perekonomian Indonesia tengah kriris, namun Irwan masih belum mau menyerah.
Titik awal kesuksesan Irwan akhirnya datang di tahun 1998. Saat itu, ia mendapat pesanan dari salah satu pemegang lisensi Piala Dunia di tahun tersebut, yaitu Harry Romies, salah satu pemilik jaringan swalayan besar di Eropa.
Bola yang dibuat oleh Irwan ternyata lolos lisensi dari FIFA dan perusahaannya jugalah yang pertama dari Indonesia yang mendapat lisensi tersebut.
Akhirnya, pesanan bola yang akan digunakan di Piala Dunia banyak berdatangan dan saat ini, penghasilan yang ia dapatkan bisa mencapai Rp500 juta per bulan.
EmoticonEmoticon