Dua TKW Asal Majalengka Terancam Hukuman Mati Di Arab

- 3/27/2018
Dua TKW Asal Majalengka Terancam Hukuman Mati Di Arab
Dua TKW Asal Majalengka Terancam Hukuman Mati Di Arab

Naas Dua tenaga kerja wanita (TKW) asal Majalengka terancam hukuman mati di Arab Saudi. Dua orang warga itu antara lain adalah: Tuti warga Desa Cikeusik Kecamatan Sukahaji dan Eti warga Kecamatan Cingambul.

Keluarga Tuti, Iti Sarniti (48) mengatakan bahwa pihaknya pekan lalu menerima kabar dari Kementrian yang menginformasikan untuk sebisa mungkin mengupayakan hingga ada penangguhan. "Minggu kemarin juga ada telpon dari Kementrian, katanya masih ada penangguhan. Saya di sini sebagai orangtuanya masih terus berdoa," kata orang tua Tuti.

Tuti berangkat menjadi TKW ke Arab Saudi pada tanggal 5 September 2009. Setelah lama bekerja Tuti dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat, ia dituduh membunuh majikannya yang bernama Suud Malhak Al Utibi (77).

Selain Tuti dari sukahaji, ada juga Eti TKW asal Cidadap, Kecamatan Cingambul, Eti bernasib sama dengan Tuti. Eti sekarang dalam bayang-bayang hukuman mati. Dia dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat telah berkomplot dengan pekerja lain asal India untuk meracuni majikannya hinga meninggal dunia.

Sejak 2002 lalu, Eti harus mendekam di penjara Arab Saudi karena dituduh meracuni majikan laki-lakinya dengan racun serangga, bahkan Eti juga terancam hukuman mati atau harus membayar diyat sebesar 30 juta riyal atau setara dengan Rp107 miliar agar bisa pulang ke Indonesia.

Sementara itu Kepala Bidang Pengawasan dan Ketenaga Kerjaan pada Dinas Tenaga Kerja dan Industri, S. Sianturi memberikan suport agar terus bersabar. "Kami berharap kepada keluarga Tuti di Cikeusik, maupun Eti di Cingambul agar bersabar, kami akan terus berupaya ke Kementrian, agar supaya bisa cepat diselesaikan dan bisa dibebaskan." ungkapnya kepada wartawan pada hari Kamis (22/3/2018).

Sianturi mengatakan dari sisi pemberangkatan kedua TKW yang terancam tersebut berangkat dengan jalur resmi. Terpisah, berdasarkan informasi yang dihimpun, kasus Tuti dan Eti ini sudah menguap sejak tujuh tahun lalu. Kedua TKI asal Majalengka ini dinyatakan terdakwa karena dianggap telah menghilangkan nyawa majikannya.

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah Herry Syarifudin mengatakan, selama hampir 8 tahun sudah melakukan berbagai upaya meringankan hukuman. Bahkan, KJRI mengupayakan untuk membebaskan kedua tenaga kerja Indonesia (TKI) tersebut.

Mulai dari menemui kepolisian setempat, gubernur, pengadilan, dan pendekatan pada keluarga majikan. Hasilnya memang belum maksimal, dan hanya membuahkan penundaan waktu hukuman mati saja.

“Kasus ini istilahnya sudah sampai putusan terakhir, artinya tidak ada jalan lain secara hukum. Semua jalur hukum sudah kita tempuh, tapi hasilnya tetap sama yakni hukuman mati. Bahkan gubernur atau raja sekalipun tidak bisa mengintervensi. Salah satu solusinya adalah melakukan pendekatan ke keluarga majikan, dan ini sudah kita lakukan secara intensif,” ujarnya ketika ditemui Wartawan di ruang sekda, Kamis (6/4).

Seperti beberapa waktu lalu, pemerintah Indonesia berhasil membebaskan seorang TKW asal Cirebon setelah mendapat pengampunan dari keluarga majikan. Tapi pengampunan tersebut harus ada kompensasi atau denda, dan pemerintah mengeluarkan dana Rp 21 miliar.

“Proses permohonan maaf terhadap keluarga korban terus dilakukan, karena sistem hukum Saudi adalah Qishos. Nyawa dibayar dengan nyawa, namun kalau keluarga korban memaafkan ada solusi uang diyat atau uang pengganti darah. Kita juga telah beberapa kali mempertemukan keluarga di Indonesia dan para TKW,” ungkapnya.

Untuk mencegah kasus serupa terulang, pihaknya gencar melakukan sosialisasi ke daerah-daerah yang menjadi kantong pemberangkatan TKI. Seperti Indramayu, Majalengka, NTT, NTB dan daerah lainnya.

Sosialisasi dilakukan ke instasi terkait sampai ke kepala desa. Harapannya disampaikan langsung kepada masyarakat, terutama yang hendak bekerja ke luar negeri.

“Kita di Arab Saudi tiap tahun menangani 1.566 kasus TKI, dari kasus ringan seperti pelanggaran kaidah akhlak, kasus sedang seperti kelengkapan dokumen, sampai yang berat seperti pembunuhan dan dugaan penggunaan sihir yang berakibat vonis hukuman mati,” ujarnya.

Kepala Dinas Perindustrian dan Tenaga Kerja Majalengka Ahmad Suswanto menambahkan, persoalan TKI merupakan persoalan yang kompleks. Seperti keahlian calon TKI, kemampuan bahasa dan memahami karakteristik di negara tujuan, penyalur atau sponsor, kelengkapan dokumen, dan lainnya.

“Untuk itu kita menata kembali alur pemberangkatan TKI, walaupun sekarang moratorium pengiriman TKI ke luar negeri masih berlaku. Itu pun terbatas pada sektor informal (pekerja rumah tangga) ke Arab Saudi atau timur tengah,” tegasnya.

Seperti diketahui, Tuti berangkat menjadi TKI ke Arab 5 September 2009 dan dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat. Tuti dituduh membunuh majikannya Suud Malhak Al Utibi (77).

Sedangkan Eti dinyatakan bersalah oleh pengadilan setempat telah berkomplot dengan pekerja lainnya asal India, meracun majikannya hinga meninggal dunia.

Sementara Iti Saniti, ibunda Tuti mengaku setiap hari selalu sedih memikirkan nasib anaknya. Setiap waktu pula dia mencari informasi baik ke dinas tenaga kerja maupun ke pihak perusahan yang memberangkatkan anaknya.

“Orang tua mana yang tidak sedih anaknya terancam hukuman mati. Saya berharap pemerintah derah dan pusat tak bosan membantu pembebasan anak kami,” tambahnya.

Hal senada dikatakan Engkoy, ibunda Eti. Dia menginginkan anaknya bebas dari hukuman mati. Sebab anaknya hanya membela diri dari perlakuan dan sikap majikannya.

“Paling tidak hukumannya diperringan, kami tidak henti-hentinya berdoa agar ada kabar baik yang kami terima,” pungkasnya.


EmoticonEmoticon

 

Start typing and press Enter to search